Sang Raja Live Service yang Sekarat

Game MMORPG baru kerap gagal – Ada kala dimana game yang populer dimainkan tidak luput dari berbagai judul MMORPG. Balutan dunia terbuka yang luas dengan mob dan bos yang terus menerus spawn di atasnya menjadi alasan gamer mencintai dunia virtual ini. Mengumpulkan party, bergabung dengan guild, lalu menuntaskan raid sudah menjadi makanan sehari-hari.

Namun di hari ini, rasa magis itu sudah perlahan pudar dan menghilang. Game-game baru MMORPG terkesan tidak mampu memberikan hasrat untuk kembali memainkannya. Tidak jarang juga kita mendengar judul yang tak lama rilis langsung menemui ajalnya dalam setahun, dua tahun beroperasi.

Sekarang pertanyaannya: Mengapa game MMO baru rilis cenderung tidak bisa bertahan? Apakah game seperti ini sudah bukan masanya lagi? Mari kita bahas.

Mengapa Game MMORPG Baru Cenderung Gagal? Pudarnya Genre Game Nostalgia

Alasan MMORPG baru tidak bertahan lama

Sebelum kita beribicara tentang pudarnya genre MMORPG, perlu rasanya kita mengingat sedikit apa yang membuat ia pernah jadi primadona di zaman dulu. Dulu, salah satu game yang paling ramai dimainkan di warnet tidak lain dan tidak bukan adalah judul MMORPG seperti Ragnarok Online, Yulgang, Atlantica, RF Online, dan banyak lagi.

Bagi kebanyakan gamer, ia bukan hanya tentang game, melainkan gaya hidup dan juga tempat untuk menjalin komunitas dimana masih belum ada media sosial seperti sekarang. Game MMO adalah tempat bagi gamer untuk tumbuh berkembang, anggota party seperti sohib, dan anggota guild terasa seperti keluarga.

Hanya saja seiring waktu sihir yang begitu erat juga tampaknya memudar. Berbagai judul besar MMO tutup server. Sedangkan judul baru yang menggantikan tidak kunjung datang. Sekalinya datang malah tidak lama juga sudah tutup lagi. Ia bahkan sudah bisa diprediksi hanya bertahan beberapa tahun sejak hari pertama rilis.

Ada masalah yang begitu fundamental terkait alasan mengapa MMO baru jarang bisa sukses. Game MMO adalah sebuah investasi yang mahal dan penuh risiko. Tidak jarang untuk membuat sebuah game baru dari dasar membutuhkan waktu 5 sampai 10 tahun. Biaya pengembangannya pun tidak sedikit.

Dorongan ini membuat publisher harus menerapkan sistem monetisasi yang bisa meraup keuntungan dalam waktu cepat agar mengembalikan biaya pengembangan yang sudah kadung digelontorkan. Lihat saja contoh kasusnya New World yang merupakan game MMO dari Amazon Games. Game yang merupakan proyek ambisius dari Amazon Games ini juga mungkin akan menghembuskan nafas terakhirnya di tahun 2026 nanti.

Ambisius, Minim Konten, dan Repetitif

elyonelyon
Pengalaman yang ditawarkan terkadang b aja

Sering kali begitu ada judul baru yang beredar, selalu janjinya sama saja. Game ini akan “berbeda dari yang sebelumnya” dengan “gameplay yang menjanjikan” namun tidak jarang ketika sudah dicicipi, tidak ada hal baru yang mereka sebutkan itu berhasil membuat player betah.

Kebanyakan pengembang terlalu ambisius dalam membuat game mereka menjadi “the Dark Souls of MMORPG” lengkap dengan combat yang susah, atau raid dengan skala dan fase kompleks, namun tidak memiliki arah yang jelas. Pengembang biasanya memasukkan terlalu banyak atau menjanjikan terlalu muluk, namun berakhir underdeliver.

Contoh paling nyata yang terjadi belakangan ini adalah game Elyon, game yang menjanjikan combat udara dan tema steampunk, namun berakhir dengan apa? Optimalisasi seadanya, cerita dan konten in-game yang tidak menarik, serta grafis yang buruk kerap menjadi kritikan dari mereka yang mencoba judul tersebut.

Disaat perilisan game kini semakin cepat dan bisa dilakukan oleh siapa saja, batasan untuk masuk dari judul-judul MMO menjadi kian tinggi. Mereka tidak bisa lagi menjanjikan hal unik namun berekspektasi player mau menunggu game-nya dipoles sambil berjalan. Jika sebuah game tidak cukup unik sejak awal, maka potensi ditinggalkan sudah hampir pasti. Terutama untuk game MMO yang biasanya tidak sering dapat kesempatan kedua.

Judul-judul yang dibuat untuk sekadar cash grab saja tentu akan memiliki retensi player lebih rendah dibandingkan judul yang dikembangkan dengan passion seperti Final Fantasy XIV dan bahkan sekelas MMO shooter Helldivers II sekalipun.

Ketika game hanya berisikan daily yang sama diulang setiap hari, maka ia akan lebih mirip seperti pekerjaan kedua dibanding memainkan game. Sayangnya, kondisi seperti itu sudah mendarah daging dan jadi formula dari setiap game MMO baru, terutama dari Korea Selatan.

Jadinya. game baru rilis ini terkesan seperti carbon copy dari judul sebelumnya namun hanya dibungkus dengan nama yang berbeda, oleh publisher yang berbeda, dengan formula yang sama.

Rumput Tetangga Lebih Hijau, Namun Terbuat dari Plastik

image 175image 175
Tidak menarik dan terkesan generik

Jika kamu berpikir player tidak memberikan kesempatan untuk sebuah game MMO, maka anggapan itu juga sama salahnya. Kebanyakan gamer yang sudah kadung bosan dan bermaksud mencicipi game baru juga sering kok ingin memainkan latest and greatest yang dijanjikan oleh judul-judul baru.

Mungkin game tersebut benar lebih revolusioner. Mungkin juga game tersebut ternyata menawarkan apa yang selama ini tidak ada di game yang mereka mainkan saat ini. Mungkin, secara objektif judul baru ini bisa lebih baik. Tapi, tidak jarang ekspektasi itu harus sirna usai gigitan pertama.

Ia ternyata bukan rumput tetangga yang lebih hijau, ia hanyalah sebuah rumput plastik murahan yang dibeli di supermarket dengan harga mahal pula. Tidak jarang mereka yang masih memainkan game MMO dan berusaha masuk ke judul baru malah berakhir kecewa, dan ujung-ujungnya menyerah. Rumput hijau yang menggoda itu ternyata masih kalah dengan apa yang ada di halaman kita.

Tidak jarang game MMO jadul masih memberi ruang untuk bernafas. Dengan gaya bermain yang lebih simpel seperti Ragnarok Online, kita tidak perlu mengikuti konten yang didesain untuk terus dimainkan. Ada hari dimana kita cuma ingin santai di tengah kota, AFK istilah kerennya. Hari dimana tidak perlu melakukan grinding, tidak perlu raid, cukup bercengkerama dengan sesama player.

MMORPG Bukan untuk Returnee

image 174image 174
Terlalu timpang bagi player yang kembali

Kebanyakan MMORPG juga tidak didesain untuk player lama yang kembali memainkan game tersebut setelah absen untuk jangka waktu lama. Memang dalam beberapa kapasitas, player tersebut diberikan item untuk mengejar ketertinggalan, seperti autolevel max, set senjata dan armor yang cukup kuat, atau bahan-bahan lainnya.

Permasalahan utamanya adalah game sudah berubah menjadi terlalu kompleks untuk diikuti. Item baru menjadi sangat bloated, jumlahnya masif, dan kebanyakan tidak bisa digunakan baik karena limitasi level, class, atau batasan lainnya. Hasilnya, player yang baru saja kembali ini merasa kewalahan karena learning curve yang terlampau berat.

Belum lagi komunitas game itu sendiri tidak jarang melakukan gatekeep dan sulit untuk menerima player baru yang punya gear seadanya. Guild yang kompetitif sudah pasti penuh dengan player aktif setiap hari, sedangkan guild yang lebih kasual biasanya tidak bisa membantu lebih banyak karena, gear mereka juga seadanya.

Kalau sudah begitu, rasanya kembali ke game yang sempat membuat mereka bergairah bermain sepanjang hari ini terasa seperti menelan pil pahit. Teman guild sudah tidak aktif, dikombinasikan dengan desain game bukan untuk returnee sudah cukup untuk membuat mereka berhenti sekali lagi.

Bergesernya Elemen Sosial

HswPMaENzeRmZPkHXT6URXJZR4e2HswPMaENzeRmZPkHXT6URXJZR4e2
Media sosial gantikan peran sosial MMORPG

Masuk ke pembahasan sosial, dulu memainkan game MMORPG identik dengan membangun komunitas sesama player baik itu dalam party mau pun guild. Rasa haus untuk terus menjalin hubungan itu memang hanya bisa didapatkan dari game online. Belum eksis masa dimana media sosial mengambil alih hidup kita, chat dengan teman semudah berbicara di Discord.

Sarana sosialisasi terbaik yang bisa dimiliki gamer ketika itu adalah dalam wujud video game, spesifiknya MMORPG. Sedangkan sekarang, fungsi itu sudah diambil alih oleh media sosial. Fenomena ini menimbulkan masalah baru, pergeseran minat pasar yang berujung pada kurangnya regenerasi player baru.

Padahal agar sebuah genre bisa bertahan, ia butuh regenerasi dari playerplayer yang jauh lebih muda. Jika game hanya diisi oleh gamer yang berumur senior saja, yang ada mereka sudah nyaman dengan judul lama dan tidak akan mau mencoba game baru. Perlahan, game baru tersebut akan semakin sepi. Kota yang awalnya ramai akan berubah menjadi lahan kosong tak berpenghuni. Genre game tersebut pun secara simbolis telah berubah dari awalnya misal fantasy medieval menjadi post apocalyptic, karena minimnya jumlah player.

Kerakusan = Kehancuran

lost arklost ark
Monetisasi buruk game MMO

Akar masalah utama yang biasanya membuat game MMORPG kerap gagal tidak jauh dari monetisasi yang buruk. Sering kali ketika ada forum yang membuka diskusi “mengapa game x gagal?” Jawaban yang keluar biasanya template. “Game ini terlalu pay to win” Atau, “jarak antara F2P dan P2W terlalu jomplang”.

Game yang gagal memberikan keseimbangan antara dua segmen pemain mereka (pemain gratisan dengan whaler) biasanya berujung pada turunnya angka retensi pemain. Buat apa mereka memainkan game terus-menerus jika hasilnya akan selalu terpaut jauh dari gamer dengan kedalaman kantong tak terhingga dan uang tak berseri.

Sindrom akut ini yang membebani salah satu game asal Korea Selatan yaitu Lost Ark. Selain daily grind yang melelahkan, ia juga kerap menjadi sasaran kritikan gamer akibat monetisasi yang rakus.

Menjamurnya Game Model Gacha

wuwawuwa
Populernya model gacha

Mungkin kamu mengikuti kisah Blue Protocol, game MMORPG buatan Bandai Namco Online yang harus tutup belum dua tahun dari perilisannya. Padahal, ia sudah digadang menjadi game MMO masa kini dengan hype yang tinggi pula.

Lantas mengapa begitu rilis, ia gagal? Bahkan di pasar Jepang sendiri, game ini gagal meraih perhatian setelah beberapa bulan berjalan. Jika spesifiknya membahas tentang Blue Protocol, sebenarnya masalah pada game ini punya beberapa lapisan yang kompleks pula. Hanya saja, gamer di Jepang juga tampaknya lebih memilih memainkan game gacha yang sama-sama open world seperti Wuthering Waves, Genshin Impact, ketimbang harus grinding berjam-jam di game yang repetitif.

Belum lagi gamer yang banyak beralih memainkan game yang lintas platform. Game jenis ini tidak menawarkan gameplay loop yang lama, bisa berhenti kapan saja, dan proses yang relatif lebih cepat dibandingkan grind ala MMORPG. Belum lagi game mobile sekarang biasanya dibatasi oleh stamina sehingga konten tidak bisa diselesaikan dalam sekali jalan. Berbeda dengan game MMO dimana progres tidak terhalang oleh stamina, model grind tak terhingga juga membuat player baru merasa kewalahan.

Tidak jarang game-game MMORPG berkualitas terasa seperti lahir di era yang salah, ketika model game mobile yang lebih fleksibel sudah terlanjur matang. Game seperti Blue Protocol seharusnya akan bisa bertahan jika rilisnya 10 tahun lalu, ketika game openworld anime style tidak sepopuler saat ini, yang diisi oleh game gacha Tiongkok.

Kesimpulan, Game MMORPG Belum Mati Namun Hampir

Gagalnya MMORPG bukan karena ia tidak lagi mampu menghasilkan ide, namun karena berbagai aspek yang membuatnya populer sudah mulai hilang atau ditinggalkan. Game yang dulunya berhasil menculik kita selama ratusan hingga ribuan jam dalam dunia virtual tersebut kini terasa seperti pekerjaan kedua dengan sistem monetisasi yang rakus pula.

Apakah genre ini telah mati? Rasanya tidak, namun untuk bisa menemukan judul baru yang sukses rasanya akan seperti menunggu hujan turun di gurun. Menurut kamu gimana? Apa pandangan kamu soal game MMORPG brott?


Dapatkan informasi keren di Gamebrott terkait Tech atau artikel sejenis yang tidak kalah seru dari Andi. For further information and other inquiries, you can contact us via author@gamebrott.com.

News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door

Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.

Related Posts

Pixel Sundays: Escape From Tarkov – Perhaps the Hardest Shooter in the World

Today in our Pixel Sundays article we talk about a game that has shaped an entire franchise. We are looking at Escape From Tarkov, a game that stayed in Early…

Vier 25 jaar, geschiedenis en toekomst, met twee nieuwe souvenirs! – Official Blog

Het jaar 2025 was geweldig! Van het herontdekken van een legendarische APE Cache tot het volgen van de reizen van trackables over de hele wereld en het maken van vrienden…

You Missed

Pixel Sundays: Escape From Tarkov – Perhaps the Hardest Shooter in the World

Pixel Sundays: Escape From Tarkov – Perhaps the Hardest Shooter in the World

Vier 25 jaar, geschiedenis en toekomst, met twee nieuwe souvenirs! – Official Blog

7 Support Card Unity Cup Umamusume Terbaik Untuk Pemain F2P

7 Support Card Unity Cup Umamusume Terbaik Untuk Pemain F2P

Escape from Tarkov Finally Gets 4 Endings and an Official Release, Will Your Current Key Still Work?

Escape from Tarkov Finally Gets 4 Endings and an Official Release, Will Your Current Key Still Work?

Oslavte 25 let, minulost a budoucnost, dvěma novými suvenýry! – Official Blog

Kode Redeem Wuthering Waves November 2025

Kode Redeem Wuthering Waves November 2025